Tuesday, December 13, 2016

Student Life (Part 4)

Gimana nih pemirsa? Lanjut?

Terakhir sampe rekomendasi ya? Oke, jadi setelah gw dapet rekomendasi, kami para peserta langsung dihadapkan dengan serangkaian tes dengan sistem gugur. Proses seleksi ini yang cukup menguras energi, karena ga hanya otak yang diuji, namun kesabaran juga. Kenapa? Karena proses seleksinya memakan waktu yang cukup panjang, dari awal seleksi asesmen kompetensi sampai dengan presentasi essay dan visi misi itu memakan waktu kurang lebih 6 bulan, dari seleksi terkahir sampai dengan pengumuman, 1 bulan.

Well, untungnya ditengah-tengah kami sudah diperbolehkan mencari kampus tujuan sesuai dengan yang dipersyaratkan, yaitu kampus dengan ranking 100 besar dunia dan jurusan yang ada korelasinya dengan perbankan. Jadilah gw memulai pencarian, gw berencana untuk ambil jurusan MBA (Master of Business Administration), dari Boston University, Boston College, Uni of Manchester, Uni of Birmingham, Uni of Edinburgh, Strathclyde University, Durham University, Lancaster University, pokoknya konsepnya gini, kalo di US, gw cuma mau di Boston, titik! Kalo di UK, mana aja boleeeeee, well, Manchester prioritas sih sebenernya, tau lah kenapa, ga perlu gw jelasin kan, retoris banget. Hahaha.

Daftar ke universitas itu gampang guys, persiapannya yang ribet karena banyak dokumen yang harus dilengkapi. Gw akan bikin tulisan tersendiri tentang gimana caranya daftar ke Universitas dan dokumen apa aja yang dibutuhkan, biar lebih komprehensif, ujian kelessss, komprehensif. Prinsip gw pas milih kampus sama aja kaya pas gw milih BNI jd tempat kerja gw, siapa cepat dia dapat. Sedikit flashback, waktu gw apply ODP BNI, gw juga lagi seleksi di beberapa perusahaan lain model-model MT Astra, BDP BCA, MT Wardah, dll. Kenapa pada akhirnya gw pilih BNI karena BNI yang duluan nawarin gw untuk signing, sementara yang lain, belum. Tepat disaat gw udah signing sm BNI, siangnya Astra baru nawarin interview user, hehehe, minggu depannya BCA, dan setelahnya baru Wardah.

Nah, pas gw daftar ke beberapa kampus di atas, Uni of Birmingham paling duluan merespon dan mengatur jadwal interview, FYI, untuk jurusan lain, biasanya kampus-kampus ga mempersyaratkan interview, tapi khusus MBA, rata-rata kampus yang punya jurusan ini selalu mempersyaratkan interview di entry requirement-nya. Karena mereka paling duluan merespon, maka mereka juga yang paling duluan ngasih Unconditional Acceptance, bulan juli waktu itu. Agustus baru bisa apply visa, dan granted di minggu ketiga Agustus.

Dari minggu ketiga Agustus sampai keberangkatan ya kegiatannya diisi sama persiapan keberangkatan aja selain tetep dikasih kerjaan business as usual, hemeeeehhh. Oiya, rencananya gw berangkat waktu itu tanggal 10 September, jadi masih ada 3 minggu lah buat persiapan keberangkatan.

Well, masa-masa menjelang keberangkatan inilah yang bikin perasaan gw campur aduk, seneng iya, sedih pasti. Seneng, karena impian gw akhirnya tercapai, bisa sekolah di luar negeri, tanpa merepotkan orang tua secara finansial. Sedih, karena bakalan jauh dari orang tua dan adik-adik, yang biasanya kalo mau ketemu tinggal cus ke bandung, pas kuliah nanti terpisahnya ribuan kilometer plus 7 jam perbedaan waktu (6 jam kalo pas BST/British Summer Time). Jadi memang sisa waktu yang sempit harus dimaksimalkan buat keluarga.

Dengan segala perasaan yang campur aduk itu, berangkatlah gw tanggal 10 September 2016, menyongsong masa depan ke University of Birmingham mengejar gelar MBA bidang Global Banking and Finance, Program 24 bulan.

To be continue...

Cheers,
Wira.

Wednesday, November 30, 2016

Student Life (Part 3)

Lanjut!

Anyway, gw selalu merasa bersalah karena tiap posting disini pas akhir bulan mulu, ketauan banget ga pernah nyempetin nulisnya, pas mepet-mepet baru deh kelabakan, hahaha. apologize for that.

Terakhir sampe LPDP ya?

Jadi setelah LPDP kandas, kalo ibarat mobil tuh gw agak dingin mesinnya, butuh waktu kalo mau ngegeber lagi, ini in terms of kerjaan ya, karena hawa-hawa pas LPDP itu kan penuh optimisme mau sekolah lagi, and when it comes to the office things, agak-agak kurang semangat. But life goes on, right? balik lagi lah ke kerjaan berkutat dengan NSICCS, Kartu Debit dan perintilan lainnya.

Emang dasar rejeki ga kemana ya, bulan November, gw dipanggil bos gw ke mejanya sambil dia yang kegirangan, iya, dia, bukan gw. Ngasih selamat karena nama gw ada di talent pooling-nya BNI sebagai salah satu kandidat penerima beasiswa, HAHAHA! Kenapa kandidat? karena tetap harus melalui tahapan seleksi. FYI, untuk yang ini, gw ga daftar, karena mekanismenya adalah talent pooling yang kualifikasinya sama persis dengan program beasiswa yang gw daftar sebelumnya, Divisi Human Capital yang ngirim shortlist nama-nama talent yang BISA diikutsertakan dalam seleksi. Kenapa Bisa? karena untuk ikut seleksi, kita harus mendapat "restu" alias rekomendasi dari GM Divisi tempat kita bernaung. Buat gw mungkin ga terlalu berpengaruh, karena shortlisted talent dari Divisi gw ya cuma gw, jadi GM ga punya pilihan lain, ahayyy. Kondisi ini bisa berbeda buat Divisi yang shortlisted talent-nya ada lebih dari 1 per jenjang jabatan, karena kebijakannya adalah rekomendasinya hanya 1 staff per jenjab. Kenapa gw bisa masuk talent, ya simpelnya karena gw memenuhi kriteria mereka, dan yang membedakan pastinya masa kerja, kan udah lebih dari 3 tahun, hehehe.

To be continue...

Cheers,
Wira

Monday, October 31, 2016

Student Life (Part 2)

Hi All,

Sesuai yang gw janjikan, kali ini gw akan cerita lebih banyak tentang fase baru kehidupan gw di negeri orang. Tapi tunggu dulu, semua itu kan ada prosesnya ya? hahah, jadi gw bakal mulai dari jauh sebelum sekarang. Here we go.

Kalo flashback ke tahun 2010, kalian bisa tracing postingan gw di blog ini tentang mimpi-mimpi gw baik jangka pendek maupun jangka panjang, well, kalo kalian terlalu malas buat bongkar-bongkar blog gw, kalian bisa cek postingan gw tempo hari di sini.

Postingan itu berawal dari tugas salah satu mata kuliah di konsentrasi Communication Training and Consulting (CTC), iya, itu bidang konsentrasi yang gw ambil dulu waktu kuliah di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Fikom Unpad) jurusan Manajemen Komunikasi (Mankom). Konsentrasi ini dianggap yang paling killer di Mankom, dari sisi dosen maupun tugas, karenanya berdampak pula kepada jumlah mahasiswa yang mengambil konsentrasi ini. Disaat konsetrasi lain (Manajemen Media dan Marketing Komunikasi) masing-masing bisa berisikan puluhan orang dalam satu kelas, kami, CTC hanya berjumlah tidak lebih dari jumlah jari tangan dan jari kaki, ga lebih dari 20 orang.

Waktu itu, kami diminta untuk bermimpi tentang perencanaan hidup kami kedepannya. Nah, buat kalian yang masih bingung, apa bedanya rencana sama perencanaan, kalo rencana itu adanya di kepala, masih di dalam pikiran, tapi kalo perencanaan itu bentukannya udah tertulis, terdokumentasikan, gitu. Jadi yang dosen kami minta pada saat itu adalah menuliskan dan menceritakan. Kurang lebih hasilnya seperti isi blog gw tadi.

Ada beberapa dari mimpi gw yang bisa gw highlight, seperti:

  • Masuk perusahaan multinasional lewat jalur akselerasi
  • Menikah
  • Membiayai adik gw sekolah
  • Umroh bareng keluarga
  • S2 Bisnis di luar negeri
  • Jalan-jalan ke luar negeri
  • Punya rumah di Bandung
  • Di top level management sebelum umur 40
Nah dari beberapa list di atas, namanya juga mimpi, ada yang tercapai ada yang belum. Kerja lewat jalur akselerasi, udah, ODP BNI. Menikah, belum. Biayain adik gw sekolah, bokap gw masih mampu ternyata. Umroh bareng keluarga, belum. Punya rumah di Bandung, belum, jadinya beli rumah di jakarta karena seiring dengan berjalannya waktu, ternyata lebih butuh rumah di jakarta, hahaha. Daaaaaan, GONG nya adalah, S2 Bisnis di luar negeri. YA! INI DIA GONG NYA!

Gw dari lama emang pengen sekolah di luar negeri, awal mulanya di akhir tahun 2014 kemarin, ada talent scouting dari salah satu business school di US yang visit akun Linkedin gw, dan kirim message apakah dia bisa kontak gw untuk dijadiin kandidat prospective student. Gw ikutin lah prosesnya, mereka minta gw daftar, lalu gw daftar, bikin personal statement, minta surat rekomendasi dari 2 orang bos gw, dan di wawancara oleh pihak kampusnya. Di bulan januari 2015, gw udah mengantongi conditional acceptance dari pihak kampus, untuk membuatnya jadi unconditional, gw harus tes bahasa inggris dan tes GMAT.

Di awal tahun 2015, kantor gw, BNI, setelah sekian lama akhirnya membuka lagi program beasiswa andalannya, beasiswa S2 Luar Negeri. Dari berbagai persyaratan, yang menghalangi hanya masa kerja minimal 3 tahun pegawai tetap, sementara gw, pengangkatan setelah pendidikan kan tahun 2012 bulan Mei, pada Januari 2015 gw masih 3 tahun kurang 4 bulan. Kalo kata orang jawa timur, bondo nekat, gw daftar program itu, dan hasilnya ketebak, seleksi administrasi pun tak lolos. Sedih. Cuma kurang 4 bulan. Pak kasian Pak.

Nah Paralel, gw nyoba apply beasiswa LPDP, gw tau Business School itu ga ada yang murah, bahkan kalo kalian google trailing, MBA itu biayanya yang paling mahal di antara postgrad yang lain. Karena mahal, makanya gw sadar diri dengan tidak akan memberatkan orang tua gw untuk membiayai. Along the way, gw berhasil memenuhi persyaratan skor bahasa inggris IELTS minimal 6.5, sementara untuk GMAT, man, gw udah ikut preparation for GMAT aja, susahnya tetep minta ampun, bener-bener deh.

LPDP, gw lolos tahap seleksi administrasi, lalu dipanggil untuk ikutan wawancara dan LGD. Singkat cerita, gw kandas di tahapan itu, untuk sementara, nampaknya harapan gw untuk sekolah lagi pupus, ya gimana? orang ga ada yang bayarin. Sedih. Lagi.

To be Continue...

Best,
Wira


Friday, September 30, 2016

Student Life (part 1)

Hello there,
I supposed to write you stories of 2 weeks experiencing living my life far away from home as a student and also tell you guys how was my first week.
But unfortunately, there was so much thought ran through my mind and so much things I should settled just for making my life easier here.
Promised, on the next part, I'll  tell you what happened in my first 2 week.
Well, that's about it, excuse me.
Best,
Wira

Wednesday, August 31, 2016

Being Nice.

It's nice to be important, but it's more important to be nice.

Apapun yang telah kita lakukan, jangan sampai keangkuhan, harga diri mempengaruhi perlakuan kita terhadap orang lain. Seberapapun pentingnya kita dimata orang lain, tetap kita sebagai mahkluk sosial membutuhkan orang lain untuk bersosialisasi.

Karenanya, menjadi orang penting adalah satu hal, sementara berbuat baik dan bermanfaat bagi orang lain adalah hal lain.

So, be nice and you'll find your life much easier.

Best,
Wira

Tuesday, July 26, 2016

BNI Global Development Program 2016: Essay Visi Misi (1.000 kata)

A Journey to be Young on Top

Sebelum mengutarakan visi dan misi pribadi untuk 5-10 tahun mendatang, saya perlu menceritakan terlebih dahulu sekelumit perjalanan hidup saya hingga akhirnya saya berada pada titik ini. Kembali ke tahun 2004. Pada waktu itu, saya baru saja lulus dari SMAN 5 Bandung dan sedang menaruh minat cukup besar pada ilmu komunikasi. Maka, saya pun memutuskan ikut Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dengan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Fikom Unpad) sebagai pilihan program studi saya.
Namun, karena tingkat persaingan di kampus tersebut sangat ketat, saya gagal. Orangtua saya kemudian mengarahkan saya untuk berkuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Parahyangan (FE Unpar). Meskipun berat, karena hati ini masih terpaut dengan Fikom Unpad, saya tetap memutuskan untuk menyandang status mahasiswa ekonomi di kampus swasta tersebut.
Memasuki tahun kedua di FE Unpar, keinginan lama untuk berkuliah di Fikom Unpad muncul kembali. Saya pun memutuskan ikut SPMB sekali lagi. Pada kesempatan kedua tersebut, saya datang dengan tekad yang lebih kuat dan persiapan yang lebih baik. Berkat usaha yang keras dan pertolongan Yang Maha Kuasa, akhirnya saya lulus seleksi!
Sayangnya, kabar baik tersebut tidak membuat orangtua saya ikut bergembira. Mereka tidak setuju dengan rencana saya untuk pindah ke Fikom Unpad, untuk mengulang perkuliahan dari awal. Apalagi saya sudah menyelesaikan tahun kedua di FE Unpar. Dengan demikian berarti saya telah menyia-nyiakan dua tahun hidup saya.
Pada saat itu, saya juga sadar betul bahwa saya sedang mengambil risiko besar. Bila mengulang perkuliahan dari awal, maka saya akan tertinggal dua tahun dibandingkan dengan rekan seangkatan saya, waktu studi akan semakin lama, dan pencapaian karir akan terlambat.
Akan tetapi, keputusan saya sudah bulat. Saya pun berusaha untuk meyakinkan orangtua saya bahwa keputusan pindah ke Fikom Unpad adalah keputusan terbaik. Saya berjanji kepada mereka bahwa saya akan lulus cumlaude. Beruntung pada akhirnya mereka memberikan izin. Jadilah saya berkuliah di kampus yang saya idam-idamkan.
Saya berupaya memberikan yang terbaik termasuk dengan melakukan sesuatu yang tidak pernah saya lakukan di kampus sebelumnya. Ketika berkuliah di FE Unpar, saya tidak banyak terlibat di dalam organisasi kemahasiswaan atau kepanitiaan acara kampus. Padahal aktivitas tersebut penting karena dapat mengembangkan soft skill; dapat mengajarkan kita mengenai bagaimana cara menghadapi orang dengan karakter tertentu, cara mengambil keputusan, dan cara menjadi pemimpin. Oleh sebab itu, sejak menjadi mahasiswa Fikom Unpad, saya proaktif mencari informasi terkait organisasi kemahasiswaan dan kepanitiaan acara kampus. Sejak saat itu, kehidupan saya sebagai mahasiswa tidak pernah terlepas dari organisasi atau kegiatan kemahasiswaan. Puncaknya adalah ketika saya terpilih menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Manajemen Komunikasi Fikom Unpad periode 2009-2010 melalui mekanisme Pemilu Raya Fikom Unpad.
Suatu hari, di tengah kesibukan berorganisasi dan menyusun skripsi, melintaslah pemikiran mengenai masa depan karir saya di benak saya. Semua itu saya tuangkan di dalam blog pribadi saya. Saya masih ingat betul susunannya. Pertama, setelah menyelesaikan studi S1, saya menargetkan diri untuk segera mendapatkan pekerjaan melalui program-program akselerasi seperti Management Trainee (MT), Graduates Development Program (GDP) atau Officer Development Program (ODP) yang dimiliki perusahaan-perusahaan ternama. Kenapa harus program akselerasi? Karena melalui program ini, saya dapat mengejar dua tahun ketertinggalan saya tadi.
Kedua, setelah beberapa tahun bekerja, saya ingin mengambil studi magister bidang bisnis di luar negeri. Harapan saya, studi magister di luar negeri mampu meningkatkan kapabilitas saya dalam menapaki jenjang karir yang lebih tinggi. Ketiga, saya ingin mencapai Top Management Level sebelum umur 40 tahun, yang artinya paling tidak pada tahun 2026 saya sudah harus berada di sana.
Misi pertama (dan janji saya untuk lulus cumlaude) sudah tercapai. Saat ini, saya sedang berusaha mencapai misi kedua. Adalah berkah tersendiri ketika tengah merencanakan studi ke luar negeri, saya diberi kesempatan mengikuti program Global Development Program (GDP): Overseas Postgraduate Scholarship. Sebab, melalui program ini, saya selangkah lebih dekat untuk mencapai misi kedua. Harapan saya, setelah misi kedua tercapai, jalan terjal menuju misi ketiga akan mudah dilewati.
Dalam hal studi, saya berencana untuk mengambil gelar MBA dengan konsentrasi Strategy & Leadership. Saya memosisikan diri sebagai calon pemimpin BNI sepuluh tahun mendatang. Oleh karenanya, saya harus memilih konsentrasi yang dapat menunjang hal tersebut.
Seorang pemimpin harus visioner dan dapat merencanakan strategi untuk selalu menjadi nomor satu di pasaran. Saat ini, saya melihat bahwa teknologi berkembang pesat. Fakta tersebut dapat dilihat dengan mudah: semakin banyak masyarakat yang melek teknologi. Smartphone yang sepuluh tahun lalu masih merupakan barang langka, saat ini sudah digenggam hampir semua masyarakat di perkotaan. Bahkan tidak sedikit yang memiliki dua unit sekaligus.
Berdasarkan hal tersebut, saya prediksi, kontak fisik antara nasabah dengan frontliner akan semakin minim. Begitu pula antara pembeli dengan penjual. Dengan demikian, digital banking akan memiliki peran sentral dalam bisnis perbankan. Saya sangat tertarik untuk membangun bisnis digital banking BNI ini.
Selain digital banking, membangun loyalitas nasabah perorangan melalui layanan transaksional perbankan akan menjadi hal yang tidak kalah penting. Salah satu cara membangun loyalitas nasabah adalah melalui produk-produk yang memfasilitasi kebutuhan transaksional nasabah. Jika semua kebutuhan transaksional nasabah telah terpenuhi, loyalitas nasabah adalah sebuah keniscayaan. Saya percaya, nantinya sumber pendapatan bisnis perbankan tidak lagi dari Interest Based Income, namun dari Fee Based Income. Oleh karenanya, menjadikan BNI sebagai bank transaksional bagi nasabah menjadi hal penting.
Melihat peluang besar di atas (berikut tantangannya yang pasti juga besar), saya merasa bahwa sudah saatnya BNI mempersiapkan generasi pemimpin penerus berkualitas tinggi. Saya sendiri saat ini tengah mempersiapkan diri untuk menjadi salah satunya. Saya adalah pribadi yang mampu mengerti arahan dengan cepat. Saya selalu bersemangat dalam mempelajari hal baru, dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan. Saya mampu menetapkan skala prioritas dan bekerja melampaui waktu normal. Saya selalu tenang dalam menghadapi tekanan dan terbiasa bekerja dalam tenggat waktu sempit. Di sisi lain, kepribadian saya yang fleksibel dan adaptif sangat membantu saya dalam bekerja dan berkoordinasi dengan rekan kerja.

Walaupun begitu, ada hal lain pada diri saya yang masih perlu dikembangkan, salah satunya adalah kemampuan dalam mengambil keputusan. Saya cenderung lamban dalam mengambil keputusan karena seringkali menganalisis berbagai aspek terlebih dahulu. Saya juga membutuhkan waktu agak lama untuk menyelesaikan pekerjaan karena memiliki standar tinggi. Selain itu, saya juga sering ragu-ragu untuk menyampaikan pendapat dalam forum atau meyakinkan rekan kerja tentang pemikiran saya. ***

Monday, June 27, 2016

Do you?

The biggest communication problem is we do not listen to understand, we listen to reply.

Best,
Wira

Saturday, June 25, 2016

Mental.

Di Indonesia ini masalahnya bukan rendahnya tingkat pendidikan, atau tingginya angka buta huruf. Tapi masalahnya itu mental individunya yang rusak.

Contoh? Buang sampah sembarangan. Betul bahwa masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah yang notabene memiliki tingkat pendidikan rendah masih sering buang sampah sembarangan, baik di sekitar lingkungannya. Tapi liat, masih banyak mobil-mobil berharga milyaran membuka kacanya hanya untuk membuang sampah. Jadi, wajib belajar 9 tahun kek, lulusan PTN ternama kek, even lulusan luar negeri, tetep aja masih pada bunag sampah sembarangan.

Di jepang, anak-anak sampai kelas 4 itu diajarkan tentang pembentukan mental yang kuat dan tentang budi pekerti, jadi mereka tidak hanya diajarkan mana yg benar dan mana yang salah, namun juga diajarkan tentang mana yang pantas dan mana yang kurang pantas. Ada baiknya kalau memang ingin membentuk mental generasi muda yang baik, kita perlu mengadopsi apa yang telah dilakikan jepang dengan menanamkan nilai2 ke generasi muda, sedini mungkin.

Jadi, campaign "Revolusi Mental" nya presiden kalo menurut gw udah tepat sih, tinggal bentuk program dan implementasi pemerintah untuk merealisasikan revolusi mental ini aja yang harus kita kawal bersama.

Best,
Wira

Tuesday, May 31, 2016

Kiblat Sepakbola Indonesia

Sepakbola Indonesia ini kiblatnya kemana sih?

Ngadain turnamen Piala Indonesia, dinamain "Copa", mirip-mirip Italia sm Amerika Selatan.

Ngadain liga, yg paling baru ini, malah pake istilah "Soccer", keamrik2an.

Ga jelas arah dan tujuannya ya beginilah. Dikiranya ngasih nama itu ajang keren-kerenan. Pret lah.

Best,
Wira

Monday, April 18, 2016

Sabar.

Gw pernah baca quotes yg bilang gini,

"ga ada yang lebih bahaya dari marahnya orang sabar."

This is so true, gw pernah mengalami sendiri, dimana gw yg tengil ini bikin marah org yang hampir ga pernah marah. Lessons learned, sejak saat itu, gw jadi was-was kalo becanda sm org sabar, hahah, takut malah jadi ngamuk, trus slek, kan ga enak.

Jadi, kalo kalian ketemu orang yang sabar, mau ngasih tau yg baik-baik, membalas ketidakbaikan dengan kebaikan, hahaha, ya dijaga perasaannya, jangan sampe tuh orang ngamuk, I've been experiencing it myself, dan wkt itu gw sadar karena gw udah keterlaluan. Apa yg gw lakuin stlhnya? Ya langsung minta maaf lah! Hahaha.

Jadi, untuk reminder kita bersama, kalo orang sabar udah marah, artinya kita udah keterlaluan. Jangan takut, terus diem, segera minta maaf dan dinginkan suasana. Show them some respect.

Best,
Wira.

Thursday, April 7, 2016

Manner. (Part 2)

Apa yang ada di otak lo ketika mulut lo penuh dengan makanan tapi masih ga berhenti ngoceh? ini kebiasaan orang bule yang terlihat keren kalo mereka yang melakukan, tapi terlihat menyedihkan kalo kita (orang timur) yang yang melakukan.

Blah!

Kalo yang ada di otak gw ketika ngeliat orang kaya gitu adalah lo ga cukup diajari sopan santun saat makan oleh orang tua lo, atau lo udah diajarin tapi emang pada dasarnya ga tau sopan santun aja. Pathetic.

Hah!

Best,
Wira

Wednesday, March 30, 2016

Mental Bos!

Orang Indonesia, kalo menurut gw, sebagian besarnya bermental bos, tinggi hati dan merasa harus dilayani, bahkan untuk hal terkecil sekalipun. Ini jelas tergambar dari sesuatu yang bersifat materiil.

Pernah ga kalian perhatiin, untuk sesuatu yang mereka bayar, hampir selalu mereka bertindak seenaknya dan kebalikannya untuk sesuatu yang gratis. Contoh?

Gampang.

Naik bis kota (bayar) vs naik bis city tour (gratis).

Untuk naik bis kota yang bayar, karena merasa bayar, mereka merasa berhak naik dan turun di tempat yang tidak semestinya, mau naik kopaja/metromini, bos-bos ini hampir selalu naik dan turun di sembarang tempat, bukan di halte, tempat peruntukannya. Kenapa? karena mereka merasa sudah membayar, jadi hak mereka untuk dilayani, masa bodo masalah tertib aturan atau tidak, gw udah bayar kok! Bos.

Nah, sekarang coba bandingkan dengan transportasi yang gratis, bis city tour Jakarta yang hanya bisa dinaiki di halte-halte tertentu, mereka berbaris rapih di halte-halte yang sudah ditentukan, naik tertib, turun tertib, di halte-halte yang telah ditentukan pula. Kenapa mereka tertib? Karena untuk mendapatkan fasilitas tersebut, mereka ga bayar, jadi merasa ga punya hak untuk bertindak seenaknya, kembali kepada khitahnya. Proletar.

Apa iya sebegitu susahnya untuk tertib untuk sesuatu yang berbayar? Bos?


Best,
Wira


Tuesday, March 8, 2016

Odor.

Familiar sama kata "Odor"?

Maybe not.

But what if I said "Deodorant"?

Betul, itu kata dasarnya. Odor. Bau.

Hahaha.

Buat gw, gw lebih tersinggung kalo orang lain bilang gw bau, daripada gw (unfortunaely not) jelek. Hahahaha. Tau kenapa? Here is the thing, kalo yang berkaitan sama fisik, itu given, ladies and gentlemen. There's nothing we can do about it, well, besides plastic surgery, which is not common for us here in Indonesia compare to Koreans. Ga ada yg bisa kita lakukan, orang udah takdirnya begitu? either it's curse or blessing, all we have to do is accept it anyway.

TAPI, kalo bau badan, kita bisa melakukan segala cara untuk menghilangkannya, dari yang paling mudah, pake deodorant/parfum/body spray whatever, sampai ke yang paling complicated, mengubah pola makan/hidup. Kenapa gw lebih tersinggung kalo dibilang bau, karena there's so much things that we can do to improve the body odor and we choose not to do it, sama aja artinya kaya kita ga bisa ngurus diri sendiri. Well, it's definitely your fault. Blame yourself.

Best,
Wira

Monday, February 29, 2016

Leap Year

Selamat tanggal 29 Februari 2016!!!


Tahun kabisat, dimana setiap 4 tahun sekali, bulan Februari berjumlah 29 hari. Kenapa? Karena pada dasarnya, setiap tahun, bumi kita berrevolusi selama 365 1/4 hari, dan atas konsensus pakar-pakar, dibulatkanlah revolusi bumi terhadap matahari ini menjadi 365 hari. Dengan catatan, disetiap tahun ke empat, 1/4 hari sisa dari revolusi bumi tersebut diakumulasikan menjadi 1 hari tambahan di bulan Februari, jadilah di tahun kelipatan 4, bulan Februari berjumlah 29 hari.

Selamat ulang tahun bagi yang merayakan, at least kalian lebih irit, karena traktirannya 4 tahun sekali, haha.

Best,
Wira

Friday, February 26, 2016

Change.

Kita bisa berusaha sekuat tenaga membantu orang-orang terdekat kita untuk berubah menjadi lebih baik. Tapi, tetap saja, masalah mau atau tidak maunya adalah keputusan mereka. Yang harus dipahami mungkin memang tidak selamanya niatan baik kita dapat diterima dengan baik pula, paling tidak, kita sufah menjalankan tugas kita, yaitu mengingatkan.

It's their call to decide, whether it's important for them, or not.

Sometimes they don't notice the things we do for them until we stop doing it.

Be grateful.

Best,
Wira

Tuesday, January 19, 2016

Manner.

Manner.
Sopan santun.

Banyak cara kita untuk menunjukkan bahwa kita adalah orang yang punya sopan santun.

Gw, gw orangnya perfeksionis, I don't know whether it is curse or blessing. I always look into the details, the details that attracts me. Termasuk masalah manner, menghormati dan menghargai orang lain, caranya bisa bermacam-macam bagi semua orang, tapi buat gw, menghormati dan menghargai orang lain itu mulai dari hal terkecil.

Contoh? Nama, nama itu pemberian orang tua kan? yang menjadi label kita seumur hidup kan? Gw terbiasa kalo lagi chat di semua socmed mengetik nama orang dengan proper, yakni diawali dengan huruf besar, ya, Wira, bukan wira. Buat gw, itu cara termudah untuk menghormati dan/atau menghargai orang lain, mulai dari yang terkecil.

Btw, gw termasuk orang yang daya ingatnya kurang, terlebih kalo lagi kenalan sama orang, tepat setelah shakehand, saat itulah gw lupa nama orang tersebut, hahaha, pathetic loser. Sori, ini distraksi banget dari tema kita, manner. Hahaha.

Next tentang manner? Manner di meja makan, I'm not talking about table manner, terlalu rumit. Yang simpel-simpel aja lah, penggunaan handphone di meja makan. Zaman udah semakin maju, teknologi pun demikian, terbukti, penggunaan smartphone sekarang udah jadi hal yang lumrah, semua kalangan pasti familiar sama yang namanya smartphone. Sedihnya, penggunaan smartphone seakan jadi pembenaran bagi kita untuk menjadi antisosial, bahkan sampai di meja makan. Kalau tadi gw ngebahas tentang menghormati dan menghargai orang lain, sekarang gw ngebahas cara menghormati dan menghargai makanan. Ya, makanan.

Buat gw, menghormati dan menghargai makanan caranya simpel, dengan ga mainan handphone pada saat makan. Manner. Disaat kita hidup serba berkecukupan, makan bisa 3x sehari, ada saudara kita yang kurang mampu, bahkan makan 1x sehari aja mereka udah bersyukur. Gw pernah liat cara mereka makan, begitu mereka menghargai makanan dengan tidak melakukan aktivitas lain selain makan itu sendiri, buat gw, itu cara mereka menghormati, menghargai dan mensyukuri nikmat yang diberikan Tuhan. Lah kita? udah hidup serba berkecukupan, makan 3x sehari, makan masih sambil mainan handphone? Manner.


Best,
Wira
-@KB23-

Thursday, January 14, 2016

I'm Not Good at Goodbye

Semua orang ga suka yang namanya perpisahan. So do I.

I really, really hate goodbye. Even worse, I'm not good at goodbye.

Itu sebabnya, gw lebih prefer ada di posisi yang ditinggalkan daripada yang meninggalkan. Pasif daripada aktif. Dan itu berlaku dari hal yang terkecil, contoh, kalau sekeluarga lg nganter gw ke pool travel pas gw balik ke jakarta, gw selalu bilang sm bokap gw "udah, papa pulang duluan aja, jangan nunggu travel wira berangkat".

Contoh lain yang sepele, kalo gw nebeng sm temen, begitu gw diturunkan, gw selalu punya kebiasaan nunggu mobil/motor mereka pergi duluan, baru gw melanjutkan perjalanan/masuk ke dalam rumah. hahaha, banyak hal-hal kecil yang menurut orang kebanyakan adalah hal yang sepele, matters to me.

Kalo untuk perpisahan yang model sepele di atas aja gw anggap serius, apalagi perpisahan yang menurut kalian serius. I do treat every goodbye as a serious matters, no matter what.

I'm not good at goodbye.
I hate goodbye.

Best,
Wira
-from KB23-



P.S.: Today is the day of Sarinah Bombing, terkutuk kalian manusia pengecut yang tidak bertanggungjawab, neraka jahanam untuk kalian!! #we'renotafraid